Tugas Makalah:
OLEH:
A I S A
(A1C2 09 006)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2012
KATA PENGANTAR
Pertama-tama Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah
SWT atas rahmat dan pertolongan-Nya yang
telah memberikan kemudahan pada kami sehingga penyusunan makalah ini dapat
selesai sesuai dengan yang diharapkan. Penyusun juga menyampaikan terima kasih
kepada segala pihak yang telah berperan
dalam penyusunan makalah ini, terutama kepada teman-teman mahasiswa Pendidikan
Biologi Angkatan 2009 yang secara bersama-sama saling memberikan motivasi untuk
tetap berjuang. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga tak lupa
pula kami sampaikan kepada bapak Drs. Hittah Wahi Sudrajat, M.Kes. selaku dosen pembimbing mata kuliah Anatomi
dan Fisiologi Manusia yang telah memberikan petunjuk dalam penyusunan makalah
ini.
Makalah ini kami susun dengan maksud menambah informasi dan
pengetahuan kita mengenai Sistem Imun. Dengan demikian, jika kita telah terjun
dalam dunia pengajaran, kita dapat mengaplikasikan pengetahuan kita terhadap
anak didik yang menjadi tanggung jawab kita.
Akhir kata, kami menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya
kepada segala pihak jika dalam makalah ini terdapat kekeliruan atau ada kata
yang tidak berkenan di hati pembaca. Sebagai manusia biasa, penyusun tentu
tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang bersifat membangun penyusun sangat harapkan untuk kesempurnaan penyusunan selanjutnya.
Kendari,
30 Desember 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul………………………………………………… i
Kata
Pengantar…………………………………………………… ii
Daftar
Isi………………………………………………………….. iii
Bab
I Pendahuluan
A. Latar Belakang………………………………………………..
B. Rumusan Masalah……………………………………………..
C. Tujuan Penulisan………………………………………………
D.
Manfaat Penulisan……………………………………………..
Bab
II Pembahasan
A.
Sejarah Imunologi……….………………..……..………..……
B.
Pengertian Sistem Imun………………..……….……..……….
C.
Fungsi Sistem Imun……………..………….……..……………
D.
Respon Imun……………..………..………..………..………..
E.
Pembagian Pertahanan Tubuh..………………..……….………
F.
Mekanisme Imunitas..……………..…………..……….………
G.
Hubungan Imunitas dengan Imunisasi..………………..………
H.
Interaksi Antibody-Antigen…..……..………………..……….
I.
Sel Polimorfonuklear (PMN)..………………..…………………
J.
Interaksi Mikroba dan Fagosit..………………..……….………
K.
Kelainan dan Penyakit pada Sistem Kekebalan Tubuh..………
Bab III Penutup
A. Kesimpulan……………………………………………………...
B. Saran………………………………………………………….......
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Salah satu sistem terpenting
yang terus menerus melakukan tugas dan kegiatan dan tidak pernah melalaikan
tugas-nya adalah sistem kekebalan tubuh atau biasa kita sebut dengan sistem
imun. Sistem ini melindungi tubuh sepanjang waktu dari semua jenis penyerang
yang berpotensi menimbulkan penyakit pada tubuh kita. Ia bekerja bagi tubuh
bagaikan pasukan tempur yang mempunyai persenjataan lengkap. Setiap sistem,
organ, atau kelompok sel di dalam tubuh mewakili keseluruhan di dalam suatu
pembagian kerja yang sempurna. Setiap kegagalan dalam sistem akan menghancurkan
tatanan ini. Sistem imun sangat diperlukan bagi tubuh kita.
System imun diperlukan sebagai
pertahanan tubuh terhadap infeksi. Berbagai komponen system imun bekerja sama
dalam sebuah respon imun. Apabila seseorang secara imunologis terpapar pertama
kali dengan antigen kemudian terpapar lagi dengan antigen yang sama, maka akan
timbul respon imun sekunder yang lebih efektif. Reaksi tersebut dapat berlebihan
dan menjurus ke kerusakan individu mempunyai respon imun yang menyimpang.
Kelainan yang disebabkan oleh respon imun tersebut disebut hipersensitivitas.
Oleh karena itu, untuk dapat
lebih memahami tentang sistem imun ini dan berbagai komponen penyusun yang ada
di dalamnya, maka kami membuat makalah ini, makalah yang akan menambah
pengetahuan kita tentang peranan sistem imun dalam tubuh manusia yang mempunyai
peranan penting dalam sistem mempertahankan kesehatan dan daya tahan tubuh
seseorang.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar
belakang di atas, maka permasalahan yang akan diangkat dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah sejarah imunologi itu?
2.
Apa yang dimaksud dengan sistem imun?
3.
Apa sajakah fungsi dari sistem imun?
4.
Apakah yang dimaksud dengan respon imun?
5.
Pembagian pertahanan tubuh pada manusia?
6.
Bagaimanakah kemanisme imunitas?
7.
Bagaimanakah hubungan imunitas dengan imunisasi?
8.
Bagaimanakah interaksisi antibody-antigen?
9.
Apa itu sel polimorfonuklear (PMN)?
10. Bagaimanakah
interaksi mikroba dan fagosit?
11. Bagaimanakah kelainan
dan penyakit pada sistem kekebalan tubuh?
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam
pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengatahui sejarah dari imunologi.
2. Mengetahui pengertian sistem imun.
3. Mengetahui fungsi dari sistem imun.
4. Mengatahui pengertian dari respon imun.
5. Mengetahui pembagian dari sistem pertahanan tubuh.
6. Mengetahui mekanisme imunitas.
7. Memahami hubungan imunitas dengan imunisasi.
8. Mengetahui interaksi antibody-antigen
9. Memahami apa sel polimorfonuklear (PMN) itu.
10. Memahani interaksi mikroba dan fagosit.
11. Mengetahui kelainan dan penyakit pada sistem kekebalan
tubuh.
D.
Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diperoleh
dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Sebagai sumber
informasi yang sangat berguna dalam menambah pengetahuan dan wawasan ( aspek
teoritis ).
2.
Sebagai sumber
informasi yang sangat penting untuk dapat diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari ( aspek praktis ).
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Imunologi
Imunologi adalah ilmu yang
mempelajari struktur dan fungsi imunitas. Imunologi berasal dari ilmu kedokteran dan penelitian awal
akibat dari imunitas sampai penyakit. Sebutan imunitas yang pertama kali
diketahui adalah selama wabah Athena tahun 430 SM. Thucydides mencatat bahwa orang yang
sembuh dari penyakit sebelumnya dapat mengobati penyakit tanpa terkena penyakit
sekali lagi. Observasi
imunitas nantinya diteliti oleh Louis Pasteur pada perkembangan vaksinasi dan teori penyakit kuman. Teori Pasteur merupakan perlawanan dari teori
penyakit saat itu, seperti teori penyakit miasma. Robert Koch membuktikan teori ini
pada tahun 1891, untuk itu ia diberikan
hadiah nobel pada tahun 1905. Ia membuktikan bahwa mikroorganisme merupakan penyebab dari
penyakit infeksi. Virus dikonfirmasi sebagai patogen manusia pada tahun 1901 dengan penemuan virus demam
kuning oleh Walter Reed.
Imunologi membuat
perkembangan hebat pada akhir abad ke-19 melalui perkembangan cepat pada
penelitian imunitas humoral dan imunitas selular. Paul Ehrlich mengusulkan teori rantai-sisi yang menjelaskan spesifisitas reaksi
antigen-antibodi. Kontribusinya pada pengertian imunitas humoral diakui dengan
penghargaan hadiah nobel pada tahun 1908, yang bersamaan dengan penghargaan
untuk pendiri imunologi selular, Elie Metchnikoff.
B.
Pengertian Sistem
Imun/Kekebalan Tubuh
Beberapa devinisi dari sistem
imun/kekebalan tubuh, yaitu antara lain:
Ø
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi
tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan
mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini
mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan
melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing
parasit,
serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat
dan jaringan agar tetap dapat
berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan
memiliki cara baru agar dapat menginfeksi organisme.
Ø
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan
pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem
kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan
sel kanker dan zat asing lain
dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga
berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang
menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga
memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan
meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.
C.
Fungsi Sistem Imun
Sistem Imun mempunyai beberapa fungsi, diantaranya:
- Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit.
- Menghancurkan dan menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan virus, serta tumor) yang masuk ke dalam tubuh.
- Menghilangkan jaringan atau sel yg mati atau rusak (debris sel) untuk perbaikan jaringan.
- Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal.
D.
Respon Imun
Respons
imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang kompleks terhadap
antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut. Respons imun ini dapat melibatkan
berbagai macam sel dan protein, terutama sel makrofag, sel limfosit, komplemen,
dansitokin yang saling berinteraksi secara kompleks.
Dilihat dari beberapa kali
pajanan antigen maka dapat dikenal dua macam respon imun yaitu:
1.
Respons imun primer
Respons imun primer
adalah respon imun yang terjadi pada pajanan yang pertama kalinya dengan
antibodi. Antibodi yang terbentuk pada respons imun ini kebanyakan adalah IgM
dengan titer yang lebih rendah dibanding dengan respons imun sekunder, demikian
pula daya afinitasnya. Waktu antara antigen masuk sampai timbul antibodi (lag phase) lebih lama bila disbanding
dengan respons imun sekunder.
2.
Respons imun sekunder
Pada respons imun ini, antibodi
yang dibentuk terutama adalah IgG, dengan titer dan afinitas lebih tinggi,
serta fase lag lebih pendek dibanding respons imun primer. Hal ini disebabkan
oleh karena sel memori yang yang terbentuk pada respons imun primer akancepat
mengalami transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel plasma
yang menghasilkan antibodi. Demikian pula dengan imunitas seluler, sel limfosit
T akan lebih cepat mengalami transformasi blast dan berdeferensiasi menjadi sel
T aktif sehingga lebih banyak terbentuk sel efektor dan sel memori (Ranuh,
2001).
E.
Pembagian Pertahanan
Tubuh
Pertahanan
tubuh melindungi tubuh terhadap agen lingkungan yang asing bagi tubuh. Agen
lingkungan ini antara lain adalah:
Ø
Patogen (virus, bakteri, jamur, dan lain-lain)
Ø
Produk tumbuhan
Ø
Produk hewan
Ø
Zat kimia
Pertahanan
tubuh ada 2 yaitu pertahanan tubuh spesifik dan pertahanan tubuh non spesifik.
1.
Pertahanan tubuh spesifik
Dikatakan spesifik
karena hanya terbatas pada satu mikro organisme dan tidak memberikan proteksi
terhadap mikro organisme yang tidak berkaitan.
Pertahanan ini di
dapat melalui pejanan terhadap agen infeksius spesifik sehingga jaringan tubuh
membentuk sistem imun.
v Imunitas
Kemampuan tubuh untuk pertahanan
diri melawan infeksi dan berupaya untuk membawanya kedalam sel dari orang atau
hewan lain.
Karakteristik sistem imun
-
Spesifitas, dapat membedakan berbagai zat asing.
-
Memikro organismeri dan amplifikasi, mengingat kembali
kontak sebelumnya.
-
Pengenalan bagian diri, membedakan agen asing dan sel tubuh
sendiri.
Komponen respon imun
-
Antigen, yaitu zat yang menyebabkan respon imun spesifik.
-
Antibody, yaitu suatu protein yang dihasilkan oleh sistem
imun sebagai respon terhadap keadaan antigen.
2.
Pertahanan tubuh non spesifik
Dikatakan tidak
spesifik karena berlaku untuk semua organisme dan memberikan perlindungan umum
terhadap berbagai jenis agens. Secara umum pertahanan tubuh non spesifik ini
terbagi menjadi pertahanan fisik, mekanik dan kimiawi.
Ø Pertahanan fisik
Pertahanan tubuh non spesifik dengan pertahanan fisik dalam
tubuh manusia antara lain adalah:
a.
kulit, kulit yang utuh menjadi salah satu garis pertahanan
pertama karena sifatnya yang permeabel terhadap infeksi berbagai organisme.
b.
asam laktat, dalam keringat dan sekresi sebasea dalam
mempertahankan pH kulit tetap rendah, sehingga sebagian besar mikro organisme
tidak mampu bertahan hidup dalam kondisi ini.
c.
cilia, mikro organisme yang masuk saluran nafas diangkut
keluar oleh gerakan silia yang melekat pada sel epitel.
d.
mukus, membran mukosa mensekresi mukus untuk menjebak
mikroba dan partikel asing lainnya serta menutup masuk jalurnya bakteri/virus.
e.
granulosit, mengenali mikroba organisme sebagai musuh dan
menelan serta menghancurkan mereka.
f.
proses inflamasi, invasi jaringan oleh mikro organisme
merangsang respon inflamasi pada tubuh dengan tanda inflamasi yaitu kemerahan,
panas, pembengkakan, nyeri, hilangnya fungsi dan granulosit dan mikro
organismenosit keluar.
Ø Pertahanan mekanik
Pertahanan tubuh non spesifik dengan cara pertahanan mekanik
antara lain adalah:
a.
Bersin, reaksi tubuh karena ada benda asing (bakteri, virus,
benda dan lain-lain yang masuk hidung) reaksi tubuh untuk mengeluarkan dengan
bersin.
b.
Bilasan air mata, saat ada benda asing produksi air mata
berlebih untuk mengeluarkan benda tersebut.
c.
Bilasan saliva, kalau ada zat berbahaya produksi saliva
berlebih untuk menetralkan
d.
Urin dan feses, jika berlebih maka respon tubuh untuk segera
mengeluarkannya.
Ø Pertahanan kimiawi
Pertahanan tubuh non spesifik dengan cara kimiawi antara
lain adalah:
a.
Enzim dan asam dalam cairan pencernaan berfungsi sebagai
pelindung bagi tubuh.
b.
HCL lambung, membunuh bakteri yang tidak tahan asam.
c.
Asiditas vagina, membunuh bakteri yang tidak tahan asam.
d.
Cairan empedu, membunuh bakteri yang tidak tahan asam
(Setiadi, 2007: 204-245).
F.
Mekanisme Imunitas
Langkah
pertama dalam memusnahkan patogen atau sel asing adalah mengenal antigen
sebagai bahan asing. Baik sel T maupun sel B mampu melakukan hal ini, namun
mekanisme immunya diaktivasi dengan sangat baik, bila pengenalan ini dilakukan
oleh makrofag dan kelompok khusus limfosit T yang disebut sel T helper.
Antigen
asing difagosit oleh suatu makrofag, dan bagian-bagian dipresentasi pada membran sel makrofag. Pada membran makrofag
juga terdapat antigen “ self ” yang merupakan representasi semua antigen yang
terdapat di semua sel individu. Oleh karena itu, sel T helper yang bertemu
makrofag ini tersaji tidak hanya bersama antigen “ self ” sebagai pembandingnya.
Sel T helper sekarang menjadi tersensitisasi dan spesifik bagi antigen asing.
Satu hal yang tidak dimiliki tubuh. Pengenalan antigen sebagai benda asing
mengawali satu atau kedua mekanisme imunitas. Mekanisme tersebut adalah
imunitas selular, yang dalamnya sel T dan makrofag berpartisipasi dan imunitas
humoral (dengan perantara antibodi) yang
melibatkan dalam sel T, sel B dan makrofag.
1.
Imunitas Selular
Mekanisme
imunitas ini tidak menghasilkan antibodi, tetapi tetap efektif melawan patogen
intrasel (misalnya virus), fungi , sel-sel ganas, dan tandur jaringan asing.
Setelah pengenalan antigen asing oleh makrofag dan sel T helper yang menjadi
teraktivasi dan spesifik kemudian membelah berkali-kali membentuk sel T memori dan sel T sitotoksik (killer). Sel T
memori akan mengingat antigen asing yang spesifik dan menjadi aktif bila
antigen tersebut masuk lagi ke dalam tubuh. Sel T sitotoksik secar kimiawi
mampu merusak antigen asing dengan mengoyak membran sel. Dengan cara ini, sel T
sitotoksik merusak sel-sel yang terinfeksi oleh virus, dan mencegah virus
berepsroduksi. Sel T ini juga memproduksi sitokinin, yang secara kimiawi
menarik makrofag menuju area tersebut dan mengaktifkan makrofag untuk
memfagosit antigen asing. Sel T
teraktivitasi lainnya menjadi sel T supresor, yang akan menghentikan respons
imun ketika antigen asing telah dirusak.
Namun, sel T memori secara cepat akan melakukan respons imun selular
begitu terjadi pajanan selanjutnya terhadap antigen.
2.
Imunitas Humoral
Mekanisme
imunitas ini tidak melibatkan produksi antibodi. Tahap pertama yaitu pengenalan
antigen asing, yang kali ini dilakukan oleh sel B serta makrofag dan sel T
helper. Sel T helper yang tersensitisasi menyajikan antigen asing pada sel B,
yang memberikan stimulus kuat bagi aktivasi sel B yang spesifik untuk antigen
ini. Sel B teraktivasi mulai membelah berkali-kali dan membentuk dua jenis sel.
Beberapa sel B baru yang dihasilkan adalah sel-sel B memori, yang akan
mengingat antigen spesifik. Sel-sel B lain menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan antibodi spesifik bagi
antigen asing yang satu ini. Antibodi
kemudian berikatan dengan antigen, membentuk kompleks antigen-antibodi. Ikatan kompleks ini
menyebabkan opsonisasi yang berarti bahwa antigen sekarang “ dilabel “ untuk di fagosit oleh makrofag atau neutrofil.
Kompleks antigen antibodi juga menstimulasi proses fiksasi komplemen.
Komplemen
adalah suatu kelompok yang terdiri atas 20 protein plasma yang bersirkulasi
dalam darah sampai teraktivasi atau terfiksasi oleh suatu kompleks
antigen-antibodi. Fiksasi komplemen bisa komplet atau parsial. Jika antigen
asingnya seluler, protein komplemen mengikat kompleks antigen-antibodi, lalu
slaing berikatan satu dengan lainnya, dan menyusun cincin enzimatik yang
membentuk satu lubang dalam sel, yang dapat menyebabkan kematian sel. Ini
adlaha fiksasi komplemen komplet ( menyeluruh) dan merupakan keadaan yang
terjadi pada sel-sel bakteri (yang bisa terjadi pada reaksi transfusi, juga
dapat meyebabkan hemolisis).
Apabila
antigen asing bukan sel, misalnya virus, maka akan berlangsung fiksasi,
komplemen parsial, yakni beberpa protein komplemen berikatan dengan kompleks
antigen-antibodi. Hal ini merupakan faktor kemotaktik. Kemotaksit berarti “
Pergerakan kimiawi “ dan sebenarnya merupakan penanda yang menarik makrofag
untuk memangsa dan merusak antigen asing. Bila antigen asing telah dirusak, sel T
supresor tersensitisasi untuk menghentikan respon imun. Hal ini penting dalam
membatasi produksi antibodi sampai jumlah yang diperlukan untuk mengeliminasi
patogen tanpa memicu respons tanpa memicu respons autoimun (Scanlon, 2006:
305-306).
G.
Hubungan Imunitas
dengan Imunisasi
Ditinjau dari cara memperolehnya, imunitas dibagi menjadi:
a.
Imunitas aktif, yaitu bila seseorang secara aktif membentuk
sendiri imunitasnya terhadap suatu penyakit.
b.
Imunitas pasif, yaitu
bila imunitas itu berasal dari luar yang kemudian masuk atau dimasukkan ke
dalam tubuh.
1.
Imunitas aktif
Imunitas aktif dibedakan menjadi “di dapat secara alamiah”
dan dimasukkan secara buatan”.
a)
Imuniats aktif di dapat secara alamiah
Imunitas ini di dapatkan bila seseorang terserang suatu
bibit penyakit terutama mikroorganisme, kemudian menjadi sakit ringan ataupun
berat. Sementara itu di dalam tubuhnya dikembangkan imunitas humoral dan
imunitas seluler terhadap bibit penyakit tersebut. Bila imunitasnya dapat
mengatasi bibit penyakit, maka orang ini akan sembuh dan menjadi kebal khusus
terhadap penyakit tersebut. Contohnya yaitu “ Di negara-negara berkembang lebih
dari 90% anak-anak pada usia 7 tahun sudah memiliki antibody terhadap virus
poliomielitis. Mungkin sebagian besar anak-anak di atas usia 10 tahun sudah
memiliki imunitas terhadap dipteri. Hal ini terjadi karena anak-anak itu sudah
terserang penyakit, sebagian besar dalam bentuk ringan, kemudian sembuh dan
menjadi kebal (imun). Hanya sebagian kecil dari anak-anak tersebut yang oleh
suatu sebab menderita sakit berat dan membahayakan “.
b)
Imunitas aktif dimasukkan secara buatan
Pada akhir abad ke-18, saat penyakit cacar sedang melanda
dunia. Edward Jenner menemukan bahwa seseorang yang telah ditulari dan telah
menderita penyakit cacar lembu yang jinak dan tidak berbahaya dapat menjadi
kebal terhadap penyakit cacar yang ganas. Dengan dasar ini, maka para ahli
berlomba membuat berbagai antigen yang aman untuk dimasukkan ke dalam tubuh
dengan tujuan agar tubuh dan membentuk antibody (imunitas) tetapi tidak
mengalami sakit yang berat. Antigen-antigen tersebut dapat berupa:
-
Vaksin adalah suatu suspensi mikroorganisme atau bagian
mikroorganisme (virus, riketsia, bakteri) yang telah mati atau dilemahkan.
-
Toksoid adalah toksin yang telah dilemahkan.
Reaksi
dari sistem imunitas tubuh terhadap vaksin dan toksin biasanya lemah dan lambat
karena antigen yang dimasukkan sedikit-sedikit dan telah dilemahkan. Agar
kekebalan yang cukup dapat diperoleh maka diperlukan ulangan-ulangan dengan
maksud mendapatkan respon sekunder (amamnestik) yang kuat.
2.
Imunitas pasif
Imunitas pasif dibedakan juga menjadi “didapat secara
alamiah” dan “dimasukkan secara buatan” (Irianto, 2004: 310-311).
H.
Interaksi
Antibody-Antigen
Sisi
pengikat antigen pada regio variabel antibodi akan berikatan dengan sisi
penghubung determinan antigenik pada antigen untuk membentuk kompleks
antigen-antibodi (atau imun). Pengikatan ini memungkinkan inaktivasi antigen
melalui proses fiksasi, netralisasi, aglutinasi, atau presipitasi.
a.
Fiksasi komplemen terjadi jika bagian molekul antibodi
mengikat komplemen. Ikatan molekul komplemen diaktivasi melalui “jalur klasik”,
yang memicu efek cascade untuk mencegah terjadinya kerusakan akibat organisme
atau toksin npenyusup. Efek yang paling penting meliputi :
1.
Opsonisasi
Partikel antigen diselubungi antibodi atau komponen
komplemen yang memfasilitasi proses fagositosisi partikel.
2.
Sitolisis
Kombinasi dari nfaktor-faktor komplemen multipel
mengakibatkan rupturnya membran plasma bakteri atau penyusup lain dan menyebabkan
isi selular keluar.
3.
Inflamasi
Produk komplemen berkontribusi dalam inflamasi akut melalui
aktivasi sel mast, basofil, dan trombosit darah.
b.
Netralisasi terjadi saat antibodi menutup sisi toksik
antigen dan menjadikannya tidak berbahaya.
c.
Aglutinasi (penggumpalan) terjadi jiak antigen adalah materi
partikulat, seperti bakteri atau sel-sel merah.
d.
Presipitasi terjadi jika antigen dapat larut. Kompleks imun
menjadi besar akibat hubungan silang molekul antigen sehingga tidak dapat larut
dan berpresipitasi. Reaksi presipitasi antara antigen dan antibodi dapat
dipakai secara klinis untuk mendeteksi dan mengukur salah satu komponen
berikut.
1.
Imunoelektroforesis adalah suatu metode untuk menganalisis
campuran antigen (protein) dan antibodinya.protein digerakkan pada bidang
listrik (elektroforesis) untuk dipisahkan dan kemudian dibiarkan berdifusi
dalam jeli agar tempat setiap protein membentuk garis presipitin dengan
antibodinya.
2.
Radioimunoassai (RIA) didasarkan pada pengikatan kompetitif
secara radioaktif antara antigen berlabel dan antigen tanpa label untuk
sejumlah kecil antibodi. Metode ini memungkinkan dilakukannya anlisis terhadap
antigen, antibodi, atau kompleks dalam jumlah yang sangat kecil melalui
pengukuran radioaktivitasnya bukan melalui cara kimia (Sloane, 2003: 257).
I.
Sel Polimorfonuklear (PMN)
Sel-sel
polimorfonuklear ( PMN ) berasal dari sel induk mieloid, dan merupakan 60%-70%
dari jumlah leukosit dalam sirkulasi darah, walaupun sel-sel itu dapat juga
dijumpai ekstravaskuler. Sel PMN mempunyai inti yang terbagi atas beberapa
lobul, dan dalam sitoplasma terdapat 3 macam granula yaitu granula primer,
sekunder, dan tertier. Granula primer merupakan granula azurofilik yang
mengandung mieloperoksidase, lisozim dan sejumlah protein bermuatan positif (
kationic ). Granula sekunder mengandung laktoferin, lisozim dan protein
pengikay B-12, sedangkan granula tersier mengandung lisozom dan hidrolase asam.
Granula ini penting sekali dalam proses pembunuhan bakteri dan reaksi
imunologik yang lain. Bersama-sama dengan makrofag, PMN merupakan garis
pertahanan terdepan dan melindungi tubuh dengan menyingkirkan mikroorganisme
yang masuk. Sel sel ini sering disebut sel-sel inflamasi karena ia berperan
penting pada proses inflamasi. Sel PMN dapat melekat dan menembus sel endotel
yang melapisi pembuluh darah. Termasuk dalam golongan PMN adalah neutrofil, eosinofil
dan basofil.
1. Neutrofil
Hampir 90% dari granulosit dalam
sirkulasi terdiri atas neutrofil. Masa hidupnya dalam aliran darah adalah
sekitar 4-8 jam .tetapi dalam jaringan sel itu dapat hidup lebih lama.
Neutrofil bereaksi cepat terhadap rangsangan, dapat bergerak menuju daerah
inflamasi karena dirangsang oleh faktor kemotaktikyang antara lain di lepaskan
oleh komplemen atau limfosit teraktivasi. Seperti halnya makrofag, fungsi
neutrofil yang utama adalah memberikan respons imun nonspesifik dengan
melakukan fagositosis serta membunuh atau menyingkirkan mikroorganisme yang
masuk. Fungsi ini didukung dan ditingkatkan oleh komplemen atau antibodi, dan
intuk mengikat komplemen dan antibodi neutrofil mempunyai reseptor untuk Fc-IgG
maupun reseptor untuk C3b dan C3d. Neutrofil mempunyai granula yang berisi
enzim-enzim perusak dan berbagai protein yang selain dapat merusak
mikroorganisme juga dapat menyulut reaksi inflamasi bila dilepaskan.
2. Eosinofil
Dalam darah perifer orang normal
terdapat eosinofil dala jumlah 2-5% dari jumlah leukosit. Sel ini dapat
dibedakan dari s.el lain karena mempunyai granula berwarna .merah jingga yang
berisi protein basa dan enzim perusak. Eosonofil terutama efektif dalam
menyingkirkan antigen yang merangsang pembentukan IgE. Sel ini mempunyai
reseptor untuk IgE dan dapat melekat erat pada partikel yang dilapisi
IgE. Eosinofil juga terdapat jumlah banyak pada tempat-tempat reaksi alergik,
dalam konteks ini eosinofil turut betranggung jawab atas kerusakan jaringan
inflamasi. Pertumbuhan dan diferensiasi eosinofil dirangsang oleh sitokin yang
diproduksi oleh sel T, yaitu IL-5, dan aktivasi sel T menyebabkan akumulasi
eosinifil di tempat-tempat infestasi parasit dan reaksi alergi.
Eosinofil bergerak ke arah sel sasaran
karena rangsangan mediator yang diproduksi oleh Sel T, mastosit dan basofil
yang disebut eosinophil chemotactic factor of anaphylaxis (ECF-A).
Sebagian eosinofil mempunyai reseptor untuk Fc dan C3b yang memungkinkan sel
tersebut melekat pada sel sasaran, misalnya parasit atau cacing, yang dilapisi
antibodi atau komplemen. Aktivasi eosinofil melalui reseptor-resptor ini
menghasilkan respiratory burst dan penglepasan major basic protein
(MBP) serta protein bermuatan positif yang dapat merusak membran sel sasaran
berukuran besar yang tidak dapat dihancurkan dengan cara fagositosis. Di lain
pihak, kalu mendapa rangsangan yang sessuai eousinofil menjadi aktif melepaskan
berbagai enzim yang dapat mengancurkan berbagai mediator yang dilepaskan oleh
basofil dam mastosit, antara lain histaminnase yang dapat merusak histamin, dan
aryl sulphatase yang dapat menghancurkan leukotrien LTC 4, LTD 4, serta LTE 4 (
Leukotrien dahulu dikenal dengan nama slow reacting substance of anaphylaxis
= SRS-A). Karena itu eousinofil, selain merusak sel sasaran, juga diduga
berfungsi mengendalikan atau mengurangi reaksi hipersensitivitas.
3. Basofi dan mastosit
Jumlah basofil dalam sirkulasi hanya
sedikit, yaitu 0.2% dari jumlah leukosit. Sel ini di tandai dengan inti dengan
2 lobus dan mempunyai granula intrasitoplasmik berwarna ungu yang berisi
heparin, SRS-A dan ECF-A. Dibandingkan dengan basofil, mastosit yang umumnya
terdapat dalam jaringan dan epitel mukosa, mempunyai inti berlobus tunggal dan
granula basifil yang berjumlha lebih banyak dan berukurab lebih kecil. Kedua
jenis sel mempunyai fungsi yang sama walaupun diduga berasal dari cikal bakal
yang berbeda. Kedua jenis sel ini meiliki reseptor untuk fragmen Fc IgG IgE,
tetapi disamping itu mastosit juga mempunyai reseptor untuk C3b. Atas
rangsangan alergen yang bereaksi dengan IgE yang melekat pada sel melalui
reseptor untuk Fc, sel-sel itu dapat melepaskan berbagai mediator dan mengakibatkan
reaksi anafilaktik (Kresno, 2003).
J.
Interaksi Anti
Mikroba Dan Fagosit
Antimikroba memiliki sifat imunomodulator terutama terhadap neutrofil
dan monosit/makrofag. Sifat imunomodulator tersebut kadang-kadang lebih dominan
dari efek bakteriostatik dan bakterisidal dari antimikroba tersebut. Fungsi
dari sistem fagosit yang dapat dipengaruhi adalah chemotaxis, dan
kemampuan untuk membunuh kuman melalui pembentukan superoksida. Antimikroba
tertentu dapat meningkatkan kemampuan fagosit baik secara langsung maupun secara
tidak langsung.
Keefektifan suatu antimikroba dalam pengobatan penyakit infeksi
tergantung dari interaksi antara bakteri, obat antimikroba dan sistem fagosit
dalam tubuh. Beberapa antimikroba dilaporkan dapat menimbulkan modifikasi
terhadap sistem imunitas tubuh baik secara in vitro maupun secara in
vivo. Obat antimikroba akan mempengaruhi interaksi antara neutrofil dengan
mikroba melalui berbagai cara, dan begitu juga sebaliknya neutrofil dapat
mengganggu aktivitas antimikroba dalam tubuh.
Kebanyakan
antimikroba golongan -laktam dan quinolone memiliki efek sinergis dengan
sistem fagosit dalam menghancurkan kuman di dalam sel neutrofil, oleh karenanya
obat tersebut disebut obat yang bersifat imunostimulator. Sebaliknya beberapa
antimikroba seperti cyclins, chloramphenicol, sulfonamid dan
trimethoprim dapat menekan fungsi imunitas tubuh. Beberapa antimikroba
memiliki efek yang meragukan terhadap sistem imunitas meningkatkan kemampuan
fagosit dari neutrofil. Antimikroba akan berpengaruh terhadap interaksi antara
neutrofil dan monosit/makrofag dengan mikroba/kuman. Berdasarkan latar belakang
tersebut di atas, nampaknya sebelum memutuskan untuk memberikan antimikroba
untuk menangani penyakit infeksi terutama pada pasien yang sudah mengalami
gangguan pada sistem imun, perlu diketahui golongan antimikroba mana yang dapat
meningkatkan dan yang dapat menurunkan kemampuan fagosit dari neutrofil,
sehingga efek terapi yang diharapkan menjadi lebih baik.Dalam tulisan berikut
akan diuraikan berbagai aspek dari interaksi antara antimikroba dengan netrofil
dan monosit/makrofag. Mekanisme dari Neutrofil dan Monosit/Makrofag Memfagosit
serta Menghancurkan Kuman-Kuman/Benda Asing Neutrofil disebut juga leukosit Polymorphonuclear
(PMN) merupakan 50-60% dari komponen leukosit yang berada dalam darah tepi.
Neutrofil merupakan salah satu komponen dari sistem imun tubuh non spesifik
yang terdepan dalam mencegah infeksi oleh berbagai mikroba seperti: bakteri,
jamur, protozoa, virus dan sel-sel yang terinfeksi oleh virus. Sedangkan
monosit/makrofag merupakan sistem fagosit yang lain dalam tubuh.
Monosit
merupakan bentuk permulaan dari makrofag yang beredar dalam sirkulasi yang
jumlahnya kira-kira 10% dari seluruh leukosit. Setelah sampai pada jaringan,
monosit akan berdiferensiasi menjadi makrofag yang dapat dibagi menjadi dua
yaitu makrofag dan inflammatory macrophage. Makrofag berada dalam
berbagai jaringan tubuh dengan nama yang berbeda-beda yaitu: histiocyte (pada
jaringan), Kupffer’s cell (pada hati), Alveolar macrophage (pada
paru), Langerhans cell (pada kulit) dan makrofag bebas pada limpa,
peritoneum, pleura dan kelenjar limfe.
Meskipun antimikroba dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan
bakteri dalam tubuh, namun antimikroba juga berpengaruh terhadap sistem fagosit
baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pengaruh tersebut ada yang
menguntungkan dan ada juga yang merugikan terutama untuk penderita yang telah
mengalami gangguan fungsi imunitas. Kebanyakan antimikroba golongan quinolone
dan b-laktam ternyata dapat meningkatkan fungsi fagosit. Antimikroba golongan
cyclins, chloramphenicol,trimethoprim, sulfamethoxazole, gyrase inhibitor dan
rifampicin dapat menurunkan fungsi fagosit. Antimikroba aminoglycoside, fusidic
acid dan lincosamide efeknya terhadap sistem fagosit masih meragukan atau
kontroversial. Sedangkan macrolide efeknya berbeda-beda tergantung jenis
macrolide (Gould, 2003).
K.
Kelainan dan Penyakit
pada Sistem Kekebalan Tubuh
Kelainan dan penyakit pada system
kekebalan tubuh, diantaranya yaitu:
1. Alergi, merupakan suatu
reaksi abnormal yang terjadi pada seseorang. Umumnya alergi bersifat khusus dan
hanya muncul jika penderita melakukan kontak dengan penyebab alergi. Alergi dapat
diturunkan dari orang tua/keluarga dekat. Alergi dapat terjadi secara tiba-tiba
dan bersifat fatal terhadap penderita. Seseorang yang alergi akan mengalami
gangguan emosi, konsentrasi, dan lain-lain. Alergi terjadi karena penderita
sangat sensitive terhadap allergen.
2. AIDS, merupakan suatu
sindrom atau penyakit yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency
Virus). Pada tubuh manusia, virus HIV hanya menyerang sel yang memiliki protein
tertentu. Protein itu ialah yang terdapat pada sel darah putih T4,
yaitu sel darah putih yang berperan menjaga system kekebalan tubuh. Apabila
virus HIV menginfeksi tubuh, manusia akan mengalami penurunan system kekebalan
tubuh. Akibatnya, para penderita HIV-AIDS akan mudah terinfeksi berbagai jenis
penyakit. Penderita HIV positif umumnya masih dapat hidup dengan normal dan
tampak sehat, tetapi dapat menularkan virus HIV. Penderita AIDS adalah
penderita HIV positif yang telah menunjukkan gejala penyakit AIDS. Waktu yang
dibutuhkan seorang penderita HIV positif untuk menjadi penderita AIDS relatif lama, yaitu antara 5-10 tahun. Bahkan ada
penderita HIV positif yang seumur hidupnya tidak menjadi penderita AIDS. Hal
tersebut dikarenakan virus HIV didalam tubuh membutuhkan waktu untuk
menghancurkan system kekebalan tubuh penderita. Ketika system kekebalan tubuh
sudah hancur, penderita HIV positif akan menunjukkan gejala penyakit
AIDS. Penderita yang telah mengalami gejala AIDS atau penderita AIDS umumnya
hanya mampu bertahan hidup selama dua tahun.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian
pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Imunologi adalah ilmu yang
mempelajari struktur dan fungsi imunitas. Imunologi berasal dari ilmu kedokteran dan penelitian awal
akibat dari imunitas sampai penyakit. Sebutan imunitas yang pertama kali
diketahui adalah selama wabah Athena tahun 430 SM. Thucydides mencatat bahwa orang yang
sembuh dari penyakit sebelumnya dapat mengobati penyakit tanpa terkena penyakit
sekali lagi.
2. Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan
pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada
suatu organisme.
- Sistem imun berfungsi sebagai pelindung tubuh dari invasi penyebab penyakit, menghancurkan dan menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan virus, serta tumor) yang masuk ke dalam tubuh.
4.
Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan
kejadian yang kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut. Dilihat
dari beberapa kali pajanan antigen maka dapat dikenal dua macam respon imun
yaitu respons imun primer dan respons imun sekunder.
5.
Pertahanan tubuh ada 2 yaitu pertahanan tubuh spesifik dan
pertahanan tubuh non spesifik.
6.
Mekanisme imunitas meliputi imunitas selular, yang dalamnya
sel T dan makrofag berpartisipasi dan imunitas humoral (dengan perantara antibodi) yang melibatkan
dalam sel T, sel B dan makrofag.
7.
Ditinjau dari cara memperolehnya, imunitas dibagi menjadi
dua yaitu imunitas aktif, yaitu bila seseorang secara aktif membentuk sendiri
imunitasnya terhadap suatu penyakit dan imunitas pasif, yaitu bila imunitas itu berasal dari luar yang
kemudian masuk atau dimasukkan ke dalam tubuh.
8.
Sisi pengikat antigen pada regio variabel antibodi akan
berikatan dengan sisi penghubung determinan antigenik pada antigen untuk
membentuk kompleks antigen-antibodi (atau imun). Pengikatan ini memungkinkan
inaktivasi antigen melalui proses fiksasi, netralisasi, aglutinasi, atau
presipitasi.
9.
Sel-sel polimorfonuklear ( PMN ) berasal
dari sel induk mieloid, dan merupakan 60%-70% dari jumlah leukosit dalam
sirkulasi darah, walaupun sel-sel itu dapat juga dijumpai ekstravaskuler. Sel
PMN mempunyai inti yang terbagi atas beberapa lobul, dan dalam sitoplasma
terdapat 3 macam granula yaitu granula primer, sekunder, dan tertier.
10. Antimikroba dapat
membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri dalam tubuh, namun antimikroba
juga berpengaruh terhadap sistem fagosit baik secara langsung maupun secara
tidak langsung. Pengaruh tersebut ada yang menguntungkan dan ada juga yang
merugikan terutama untuk penderita yang telah mengalami gangguan fungsi
imunitas. Kebanyakan antimikroba golongan quinolone dan b-laktam ternyata dapat
meningkatkan fungsi fagosit.
11. Kelainan dan penyakit pada
system kekebalan tubuh yaitu alergi dan AIDS.
B. Saran
Saran yang dapat saya
sampaikan dalam makalah ini yaitu untuk pembaca diharapkan dalam membaca
makalah ini dapat lebih tahu dan memahami tentang pentingnya Sistem Imun
sehingga pemahaman itu dapat diinformasikan kepada orang awam dan dapat
diaplikasikan untuk diri sendiri dan dilingkungan. Selain itu penulis
mengharapkan saran yang membangun yang dapat menjadi motivasi dalam pembuatan
makalah-makalah berikutnya sehingga dalam pembuatan makalah berikutnya penulis
lebih teliti dan lebih baik lagi dalam menyampaikan informasi dalam bentuk
tertulis seperti makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Gould, Dinah, dkk., 2003. Mikrobiologi
Terapan Untuk Perawat. EGC. Jakarta.
Irianto, Kus, 2004. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia untuk
Paramedis. Yrama Widya. Bandung.
Kresno,
Siti
Boedina.
2003.
Imunologi : Diagnosis dan Prosedur
Laboratorium. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Ranuh, I., dkk., 2001. Buku Imunisasi di Indonesia Edisi Pertama. SI-IDAI.
Jakarta.
Scanlon, Valerie C., 2006. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi Edisi 3.
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Setiadi, 2007. Anatomi Fisiologi Manusia. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Sloane, Ethel, 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
http://www.irwanashari.com/377/sistem-imun-dan-gangguan-imun.html. Diakses Tanggal 26
Mei 2012.
http://www.stimuno.com/index.php?mod=article&id=113. Diakses Tanggal 26
Mei 2012.
http://id.wikipedia.org/wiki/Imunitas. Diakses Tanggal 26
Mei 2012.
http://www.bugisbagus.com/2009/02/sistem-pertahanan-tubuh-imun.html. Diakses Tanggal 27
Mei 2012.
http://www.scribd.com/doc/53733129/Makalah-Anatomi-Dan-Fisiologi-Manusia.
Diakses
Tanggal 27 Mei 2012.
http://www.scribd.com/doc/25327338/Makalah-Biologi-sistem-Kekebalan-Tubuh.
Diakses
Tanggal 27 Mei 2012.